(Oleh: Ev. Tje Harfonso*)
Persekutuan bukanlah sekedar acara ngumpul-ngumpul, refreshing, bernyanyi, mendengar renungan, dan makan-makan dengan sesama orang percaya. Persekutuan adalah berbagi hidup dengan orang percaya lainnya; kita tidak dapat bertumbuh menjadi dewasa dalam Kristus seorang diri. Jadi, penting bagi kita untuk bersekutu dengan orang lain, masuk ke dalam ‘tungku api’ tempat sebatang kayu bersentuhan dengan yang lain untuk terus menyalakan api. Yang apinya padam akan terpengaruh dan kembali membara ketika bersentuhan dengan batang yang menyala.
Adapun yang menjadi fokus utama persekutuan adalah Tuhan Yesus yang hadir baik itu dalam aktivitas, pemikiran, sudut pandang, dan pembicaraan. Selain itu, persekutuan selalu mempunyai tujuan rohani dan dirancang untuk saling memberi semangat, membangun iman, dan mendidik.
Kalau Tuhan masih memberi kita waktu untuk hidup sampai hari ini, tentu Ia mempunyai maksud dan tujuan, seperti yang dikutip dalam cerita berikut:
Seorang anak kecil sedang berjalan dan bertemu dengan sebuah gereja desa yang sudah tua. Dia mendekat, melihat ke dalamnya, dan mengamati sebuah salib besar dengan patung Yesus di tengahnya. “Ada sesuatu yang tidak sempurna di patung ini,” pikirnya. Lalu ia pergi ke pastori dan bertanya kepada pendeta yang tinggal di situ.
“Pak, mengapa Yesus di situ tidak punya tangan?”
“Benar sayang. Karena itu maukah kamu menolong Yesus? Yesus butuh tanganmu untuk menolong sesama yang membutuhkan bantuanmu, membawa kasih-Nya bagi dunia ini.
Persekutuan dengan demikian, setidaknya memiliki tiga ciri utama:
1. Saling mengasihi.
Perintah untuk saling mengasihi sudah diberikan Kristus kepada kita, agar orang lain tahu bahwa kita adalah murid-murid-Nya. Apa pun pelayanan atau pengorbanan yang kita lakukan, jika kita tidak mempunyai KASIH, hanyalah membuang-buang waktu. “Apa saja yang diperbuat tanpa KASIH,” kata Rasul Paulus, “sama dengan tidak ada apa-apanya”(1 Kor. 13:1-3). Kasih alkitabiah adalah KEBENARAN yang dinyatakan dalam TINDAKAN. Mengetahui yang benar namun tidak berbuat apa-apa mengenai kebenaran itu, maka ITU BUKANLAH KASIH. Jika kita sebagai alumni UGM tidak pernah mengorbankan waktu, tenaga, dan atau kenyamanan bagi sesama kita, Rasul Yohanes mengatakan bahwa kita tidak mengasihi Allah (1 Yoh.4:20).
2. Saling melayani.
Setiap kali kita menjadi terlalu sibuk, terlalu penting, terlalu sukses untuk dipakai Allah menyatakan kasihNya dan melayani orang lain, maka ADA YANG TIDAK BERES dalam diri kita. Allah menuntut kerendahan hati dari kita seperti yang digambarkan oleh Yesus, yaitu membasuh kaki murid-murid-Nya. Gaya ‘nge-bossy’ atau ‘itu bukan tugasku’ perlu ditinggalkan. Ia saja, yang adalah Tuhan dan Tuan atas kita, datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mrk. 10:45; Yoh.13:14). Dalam pelayanan di dan melalui wadah KKA, Paulus mengingatkan kita, “Hendaklah kamu… tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia” (Fil. 2:2-3).
3. Saling memulihkan.
”Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal.6:1-2).
Kita perlu memulihkan seorang saudara yang “terjebak” dalam dosa. Tugas kita adalah mengeluarkannya dari sana, bukan menambah ataupun menyebarkan gunjingan mengenai orang tersebut. Kita adalah penyembuh yang memasang kaki yang patah. Banyak orang enggan karena besar risikonya. Namun Paulus dalam Gal.4:16 bertanya, “Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?” Sebagai SATU KELUARGA dalam persekutuan, tentu kita tidak akan duduk santai menyaksikan anggota keluarga kita menghancurkan dirinya sendiri. Jadi ambillah risiko itu. Kita dapat mengatakan, “Saya ingin membantu memulihkan Anda, bukan membantu Anda tinggal dalam dosa dan melawan Allah.”
KKA GAMA dalam arti sebenarnya adalah wadah persekutuan para alumni UGM Yogyakarta (mantan anggota PMK, UKK, dan seluruh alumni Kristen UGM), yang ingin terus melanjutkan api kebersamaan dan keterpanggilan untuk saling berbagi. Apapun wadah formalnya, seperti perhimpunan, perkumpulan, paguyuban, atau yayasan, semuanya harus kembali pada makna persekutuan, dengan Yesus Kristus sebagai fokusnya, dan aspek berbagi ada di dalamnya.
Karena sifat guyub dan keanekaragamannya, maka KKA sebaiknya menjadi paguyuban yang bersekutu, merangkul semua alumni kristiani UGM dari fakultas apa pun, angkatan berapa pun, dan profesi apapun. Programnya terbagi dua, yakni ke dalam kampus (merangkul adik-adik mahasiswa), dan keluar kampus (melayani alumni serta masyarakat), tanpa melepaskan ciri khas identitas Kristus di atasnya.
KKA juga bisa berkarya dalam berbagai bentuk pelayanan:
- Bekerjasama dengan UKK dan PMK melakukan pembinaan dan pemuridan, retreat, penerimaan mahasiswa baru, lokakarya kepemimpinan, beasiswa, informasi praktik dan magang, pembekalan calon wisudawan, perayaan hari-hari keagamaan, dan lain-lain.
- Pelayanan alumni bisa dilakukan melalui pemerhatian dan counselling, perlawatan dan mendoakan keluarga alumni yang bergumul, seminar-seminar aktual sesuai bidang keilmuan atau lintas keilmuan dari sisi kristiani, retreat, piknik bersama, info rekrutmen dan sebagainya.
Ini semua mungkin relatif sulit dilakukan oleh gereja, tapi sesungguhnya menjadi mudah bagi KKA GAMA karena adanya ikatan masa lalu atau kesamaan almamater.
Mari teman-teman, kita bergabung secara aktif dalam KKA GAMA yang kita cintai ini. Dalam kekurangan yang ada, kita membenahi dan menyempurnakan persekutuan ini menjadi HATI dan TANGAN Tuhan Yesus bagi UGM dan sesama kita. Amin.
*Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL UGM, Angkatan 1987. Saat ini sebagai Ketua Lembaga Pelayanan Terpadu (LPT) Terang Tesalonika, Salatiga
0 Comments