Perjuangan Seorang Hamba yang Tak Pernah Berhenti
(Dyah Sri Palupi – Alumni Fak. Peternakan UGM)
Orang Jawa mempunyai suatu istilah “Neng donya mung mampir ngombe” (dalam bahasa Indonesia berarti di dunia hanya berhenti sebentar untuk minum). Ini berarti bahwa hidup kita harus diisi dengan hal-hal yang baik, karena hidup yang sementara ini akan dibawa dalam dunia yang akan datang. Kalau kita memiliki kemampuan dan kesempatan, maka itu tidak boleh disia-siakan.
Saya lahir di Sleman, 27 Oktober 1981. Nama ini mempunyai arti: Dyah, berarti gelar seorang perempuan Jawa; Sri, yaitu dewi kesuburan atau berkat dan Palupi, yakni contoh atau teladan. Harapan orang tua adalah agar saya menjadi perempuan yang membawa berkat dan menjadi teladan bagi orang-orang. Saya bekerja sebagai Penyuluh Agama Kristen di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dan saat ini tinggal di lereng Gunung Merapi. Saya memiliki dua orang anak yaitu Arya (5 tahun) dan Nira (3 tahun).
Saya mendapatkan gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan UGM tahun 2000-2004. Lalu saya mengambil Sarjana Teologi di STT Biwara Wacana Yogyakarta tahun 2006-2010. Selanjutnya saya menempuh S2, Magister Teologi di STT Biwara Wacana pada tahun 2011-2013. dan pada tahun 2013-2015 mendapat beasiswa Master of Science di Ketahahanan Nasional, Sekolah Pascasajana UGM. Saya mengerjakan studi dengan sepenuh hati dan berhasil mendapatkan predikat cumlaude di semua program yang saya ikuti.
Saya pernah bercita-cita menjadi seorang guru saat belajar di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD) yang terinspirasi dari guru saya. Namun pada saat ini saya tidak menjadi guru, melainkan sebagai penyuluh agama. Pekerjaan yang berbeda namun memiliki tugas yang hampir mirip. Jika guru mendidik dan membimbing siswa, maka penyuluh membimbing dan membina umat. Saya membimbing dan menyuluh warga jemaat di Gereja Kristen Alkitab Indonesia (GKAI) Berbah dan Gerja Kristen Jawa (GKJ) Pakem. Selain itu saya membina warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Narkotika Kelas II Yogyakarta. Saya juga memberikan bimbingan konseling pastoral kepada pasien-pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat dr Sardjito, RS Bhayangkara, Rumah Sakit Umum Daerah Prambanan, dan RS Condong Catur.
Sampai saat ini, kerinduan saya untuk belajar tinggi, namun biaya yang dibutuhkan juga besar. Saya ingin melanjut ke Program Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Sekolah Pascasarjana UGM karena program studi ini terkait dengan tugas dan pekerjaan saya sebagai penyuluh agama. Namun saya menemukan bahwa untuk menyelesaikan jenjang ini, dibutuhkan dana sekitar 136 juta, belum termasuk buku dan penelitian. Lalu saya menemukan informasi tentang Beasiswa Pendidikan Indonesia yang diperuntukkan untuk Pegawai Negeri Sipil dan terdorong untuk mencobanya.
Jika saya menerima beasiswa ini, maka saya akan menggunakan kesempatan tersebut untuk belajar dengan sebaik-baiknya. Saya akan berusaha menyelesaikan studi tepat waktu dan tidak akan menyia-nyiakan biaya besar yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat. Saya merupakan abdi negara dan abdi Tuhan. Saya melayani masyarakat dan melayani Tuhan melalui pekerjaan saya serta menyadari bahwa usaha saya dapat berhasil bukan karena kekuatan saya sendiri melainkan Tuhan.
Setelah menyelesaikan studi S3, saya ingin bekerja kembali dan berkontribusi di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, mempraktikkan ilmu dan keterampilan baik kepada warga jemaat di gereja, warga binaan pemasyarakatan, maupun pasien rawat inap di rumah sakit yang saya layani. Saya ingin mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai perkembangan terbaru. Saya mengangkat judul Perjuangan Seorang Hamba yang Tak Pernah Berhenti karena hidup ini harus diperjuangkan. Saya tidak ingin berhenti belajar di jenjang S2. Saya ingin belajar sampai S3. Perjuangan di dunia tidak akan berhenti hingga saat kita dipanggil Sang Khalik. Suatu hari saya harus mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan Tuhan. Saya ingin didapati menjadi “hamba-Ku yang baik dan setia.”
0 Comments