(Oleh: Magdawati Hadisuwito-Alumni Fakultas Hukum UGM).
Banyak dari kita tentu masih ingat akan euphoria pergantian tahun baru beberapa waktu yang lalu. Wacana untuk ini dan itu di tahun 2024, prediksi prediksi cuan di tahun naga yang sudah ramai diperbincangkan maupun kotbah ambisius yang kita dengarkan saat memasuki tahun yang baru ini. Namun, baru beberapa hari di tahun yang baru ini kita lalui, rasanya kok tidak banyak yang berubah ya? Masalah kita tetap ada, lemak di perut yang tidak hilang dalam semalam, maupun jodoh yang tak kunjung datang. Dan, jika kita lihat dunia pun tidak jadi lebih baik dalam sekejap. Perang di Palestina maupun Ukraina masih terus berlanjut, atau bahkan saudara saudara kita di Papua yang masih dalam suasana yang cukup mencekam dan terus menerus dalam kondisi tekanan politik.
Capek ya?
Sebenarnya masihkah ada harapan dalam hidup ini? Kapan ya keadaan kita akan membaik?
Tanpa bermaksud untuk mengecilkan setiap masalah yang sedang kita hadapi dan perjuangkan saat ini, ada satu solusi sederhana yang dapat menghibur dan mengingatkan kita, bahwa harapan masih ada, yakni dengan: orientasi hati.
Penulis Kyle Idleman dalam bukunya yang berjudul When Your Way Isn’t Working mengajak kita untuk melihat apa yang sedang kita hadapi dari sudut pandangnya Tuhan. Dunia mengajarkan bahwa kesuksesan secara finansial adalah segalanya, rumah mewah, mobil ferarri, tas prada dan lain sebagainya, maupun kesehatan yang fit dan bugar, dimana kita bisa naik-turun gunung Merbabu dua kali dalam satu hari. Tapi benarkah demikian? Katekismus Westminster menulis dalam poinnya yang pertama bahwa setiap kita diciptakan untuk memuliakan Tuhan dan menikmati hubungan denganNya (terjemahan asli: menikmati Dia). Lalu, apakah keberhasilan secara karir, finansial maupun Kesehatan itu salah, kak? Tentu tidak dalam dirinya sendiri. Yang tidak tepat adalah ketika itu menjadi tujuan akhir hidup kita, ataupun dalam bahasa sehari-hari, kita hanya berfokus untuk meraih maupun mewujudkan hal-hal tersebut. Dalam bahasa teologia (Keller), kalau hal-hal tersebut menjadi idol bagi diri kita.
Kyle Idleman secara garis besar menulis bahwa solusi dari segala kefrustasian dan ketidakberdayaan kita adalah dengan melekat pada Pokok Anggur dan tidak berfokus pada apa yang harus dan dapat kita lakukan, tetapi apa yang telah Yesus lakukan buat kita. Dalam bahasa sehari-harinya, Kyle memberi contoh seorang gadis muda yang harus menjalani kanker stadium akhir (buruk di mata dunia) namun tetap dapat menginspirasi orang orang disekitarnya. Dan lucunya Kyle mengkontraskan hal tersebut dengan seorang pria yang sukses secara karir (baik di mata dunia) namun selalu hidup murung (grumpy!) dengan segala hal yang ia miliki, dan akhirnya lebih tidak memuliakan Tuhan ketimbang dengan gadis yang akhirnya meninggal dunia karena kanker.
But don’t get me wrong okay. Bukan sebuah excuse untuk tidak mengusahakan yang terbaik. Poin disini adalah ketika kita capek dan lelah, atau bahkan frustrasi dengan segala hal termasuk masalah maupun dosa yang tidak selesai selesai kita gumulkan, jangan lupa: His grace is greater.
Terakhir, di tahun yang baru ini, biarlah setiap dari kita merenungkan kembali Yohanes 10:9, ketika Yesus menyebut diriNya sebagai pintu. Konteks dari teks ini merujuk pada sebuah tempat dimana kita aman dari bahaya perampok dan pencuri yang membinasakan. Yesus menjadi jaminan keamanan buat kita, di tahun yang semakin tidak menentu. Bahkan, kita tidak hanya aman dari bahaya tapi juga menemukan padang rumput hijau (fine good pastures). Kiranya setiap kita senantiasa dikuatkan dan dihiburkan, karena Yesus yang sudah menyediakan dan menjamin segalanya untuk setiap kita melalui karya pengorbanan salibNya, Amin.
Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.
(Yoh 10:9)
0 Comments