Renungan: Mengapa Sulit bagi Orang Percaya untuk Menjadi “Sehati Sepikir”?

by | Oct 11, 2024 | Renungan | 0 comments

(Oleh: Dra. Ch. Sumartiwi Dwi Astuti, M.Div.)

Pengantar

Seseorang malas mengerjakan proyeknya. Katanya,  pekerjaan sub-kontraktornya mundur-mundur, sementara pekerjaannya bergantung pada sub-kontraktor itu.  Dalam pekerjaan proyek, ketika para pekerja tidak sepikiran, pekerjaan lain menjadi terganggu. Seandainya para kontraktor itu sehati sepikir, mau duduk bersama, berpikir bersama, mungkin pekerjaan itu akan menjadi lebih mudah. Masing-masing tahu apa yang harus dikerjakan, dan saling mendukung.

Dalam kehidupan bersama kita perlu “mau dan mampu” sehati sepikir: dalam kehidupan berkeluarga, kehidupan suami istri, kehidupan bergereja, kehidupan bekerja, kehidupan bermasyarakat dan berkomunitas. Namun, betapa sulitnya menerapkan “sehati sepikir” itu. Sementara itu Tuhan memanggil kita untuk menjadi “sehati sepikir”.

Mari melihat 3 fakta penting berikut.

Fakta 1: Kerusakan akal budi akibat dosa

            Roma 3: 23a menyatakan ‘semua orang telah berbuat dosa’. Tidak seorang pun yang benar, tidak seorang pun berakal budi, tidak seorang pun mencari kebenaran, semua telah menyeleweng, tidak seorang pun berbuat baik (Rm 3:10b-12). Dosa telah merusak seluruh aspek kehidupan manusia:  akal budi,  etika, budaya dan moralitas. Karena akal budi rusak, segala kecenderungan manusia adalah menyeleweng dari kebenaran. Karena akal budi rusak, yang  dicari manusia adalah semua yang tidak berguna. Karena akal budi rusak, manusia tidak lagi berbuat baik.

Kerusakan akal budi juga membuat kita seringkali “mencurigai” Firman Tuhan. Menjadi “sehati sepikir” hanya menjadi pengekor atau tidak punya suara. Menjadi “sehati sepikir” berarti tidak menghargai kreatifitas atau kebebasan manusia. Menjadi “sehati sepikir” kita dibuat seragam, dibuat bodoh, dibuat tidak berkembang; karakter kita dibunuh. Mengapa kita seudzon terhadap praktek “sehati sepikir”? Karena akal budi, etika , moral dan budaya kita  telah dicemari oleh dosa. Karena itu tidak heran, “sehati sepikir” menjadi sesuatu yang  sulit untuk diterapkan.

Fakta 2:  Kristus sudah mati untuk segala dosa kita

Melalui kematian Yesus di atas kayu salib, kita ditebus dari segala dosa. Kita dipulihkan lagi sebagai Citra Allah yang kudus. Melalui penebusan Kristus, akal budi, etika, moral, dan  budaya kita dikuduskan kembali.  

Pada saat kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, serta mengijinkanNya masuk dalam kehidupan kita, kita memiliki status baru sebagai Anak Allah dan mewarisi perjanjian kasih karuniaNya. Pada saat yang sama, ada bagian kita untuk menyatakan pengalaman pribadi kita dengan Juruselamat. Karena itu, “sehati sepikir” hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki pengalaman pribadi dengan Juruselamat dalam hidupnya.

Fakta 3: Hak istimewa sebagai orang percaya

Sebagai orang percaya, kita secara pribadi memiliki hak istimewa  yang luar biasa: dipersatukan dalam Kristus, dihiburkan oleh kasihNya, dapat bersekutu dengan RohNya, serta menikmati kelembutan dan belas kasihNya (Flp2:1).

Sehati sepikir dimiliki bila kita menyadari hak istimewa dalam hidup kita. Kita sudah ditebus dan menikmati hak istimewa sebagai orang percaya, namun mengapa kita masih sulit hidup “sehati sepikir”?

Pelajaran dari Jemaat Filipi

Frasa “sehati sepikir” (Filipi 2:2)  berarti “dalam persetujuan, dalam kesatuan dan bersama”. Surat Filipi ditujukan kepada  “semua orang kudus  dalam Kristus Yesus di Filipi,  dengan para penilik jemaat  dan diaken.” (Flp. 1:1). Mereka adalah orang-orang  dewasa rohani dan para pemimpin rohani.

Ajakan Paulus kepada Jemaat Filipi untuk bersatu,  menyiratkan adanya perselisihan dan pertikaian.  Paulus ingin jemaat Filipi menyelesaikan perselisihan dengan menggunakan kasih dan teladan Yesus. Paulus  mendorong mereka untuk “sehati sepikir”: dalam persetujuan, dalam kesatuan dan dalam kebersamaan. Mereka harus saling pengertian, bekerja sama dan menaruh kasih satu sama lain. Sebagai pengikut  Kristus, mereka  harus hidup dalam keharmonisan dan dalam semangat persatuan, sehingga dengan demikian mereka mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan.

Penutup

“Sehati sepikir” yang membawa persatuan, yang mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan,  sejalan dengan Doa Tuhan Yesus “.. Aku berdoa, ….supaya mereka semua menjadi satu,sama seperti Engkau di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku (Yoh. 17:20-21).

(Renungan ini pernah disampaikan dalam Family Gathering KKA UGM Joglosemar, 21-22 September 2024.)

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RENUNGAN

RENUNGAN Lainnya

RENUNGAN: STILLE NACHT

RENUNGAN: STILLE NACHT

(Oleh: Drs. Jusuf Arbianto Tjondrolukito, MA, CLC)* “Silent night, holy night All is calm, all is bright Round yon Virgin, Mother and Child Holy infant so tender and mild Sleep in heavenlly peace Sleep in heavenly peace” Lagu ini selalu menghiasi setiap perayaan natal...

KESAKSIAN: SETIA PADA PROSES

KESAKSIAN: SETIA PADA PROSES

Saya Debby Ratnasari alumni Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian tahun 2014. Bisa menempuh Pendidikan di Universitas Gadjah Mada adalah cita-cita saya sejak kecil namun ternyata jalan yang harus saya tempuh tidak mudah juga. Saya...

Ketika Logika Tidak Cukup …

Ketika Logika Tidak Cukup …

"Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah—yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan tidak membangkit-bangkit—maka hal itu akan diberikan kepadanya." (Yakobus 1:5) Dalam dunia profesional yang...