Turun Status seperti Yesus

by | Apr 3, 2024 | Perspektif | 0 comments

(Oleh: Yoseph Tria Nospindarta*)

Tahun ini Tuhan mengijinkan saya dan anak saya mengalami penyakit cacar sebelum masa Paskah usai. Dimulai dari anak bungsu yang mengharuskannya tidak bersekolah selama 2 minggu, lalu diikuti anak pertama saya dengan penyakit yang sama. Memang secara fisik tidak sampai dirawat di rumah sakit, tapi jadwal minum obat setiap 5 jam sekali membuat rumah kami jadi seperti ruang perawatan. Setelah hari ke-3 sakitnya anak saya yang pertama, tibalah giliran saya diserang cacar dengan gejala yang lebih berat. Semula saya bertugas membangunkannya saat harus minum obat, lalu selanjutnya menjadi teman minum obat setiap 5 jam sekali. Sulit rasanya menerima kenyataan turun status dari yang merawat menjadi yang dirawat (pasien). Tetapi itu tidak sebanding dengan Allah yang mau merendahkan dirinya dari Sang Pencipta yang Maha Sempurna menjadi manusia yang penuh cela dan dosa. Bahkan dalam keadaannya sebagai manusia, Ia masih juga mau diperlakukan seperti penjahat dan bahkan taat sampai mati di kayu salib. Apa yang Allah kerjakan ini adalah dalam rangka melanjutkan karyaNya menyelamatkan orang yang berdosa agar dilayakkan masuk ke dalam KerajaanNya yang kekal. Dari perenungan ini, perhatian saya ke rasa sakit pada tubuh diarahkan pada kebaikan Allah melalui Tuhan Yesus:

1. Ia tidak egois

Tidak ada status yang lebih tinggi daripada Allah, dan tidak ada status yang lebih rendah daripada penjahat. Tuhan menurunkan statusnya lebih dari 4 kasta, seperti yang kita kenal di salah satu agama. Hal ini jugalah yang seharusnya menginspirasi kita dalam menyikapi orang-orang yang kita pimpin saat tugas yang dikerjakannya tidak beres. “Mari sini kita ngobrol dulu, kita cari bersama-sama kesalahannya lalu kita perbaiki”. Saya yakin cara ini akan lebih efektif memperbaiki keadaan ketimbang meresponi setiap kesalahan dengan marah. Bahkan marah bisa jadi memperburuk keadaan kalau itu dilakukan tanpa mencari tahu alasan di balik keadaan tersebut. 

2. Ia merasakan sakit hati

Bagaimana rasanya dikhianati seseorang yang sangat dekat dengan kita? Bagi yang pernah mengalami, pasti sakit sekali rasanya. Yesus juga pernah merasakan hal ini. Siapa yang lebih dekat dengan Yesus selain murid-muridNya? Saat melakukan mujizat dan menjadi terkenal, banyak orang yang ingin dekat dengan Yesus. Tapi saat menghadapi penderitaan, ada orang yang seperti menghilang, ada yang berbalik memintaNya untuk disalib. Murid-muridNya sekalipun tidak berani mendekatiNya dan bahkan ada yang menyangkalNya. Oleh karena itu, jangan biarkan sakit hati membelenggu kita; apapun sebabnya kita harus “move on” karena Tuhan Yesus pasti memampukan kita melaluinya.

3. Ia merasakan sakit secara fisik

Penyaliban adalah cara kematian yang paling buruk bagi seorang penjahat. Dari ujung kepala, ujung tangan, sampai ujung kaki tidak ada yang tidak dilukai. Sampai seseorang yang disalib benar-benar mati, barulah ia terbebas dari penderitaannya. Penderitaan yang tidak terhitung ini dialami Yesus sampai pada titik kematianNya. Tidak ada penderitaan fisik yang lebih besar daripada yang dialamiNya.Dengan demikian, saat sedang menderita karena mempertahankan prinsip kebenaran atau juga karena penyakit, kita sebaiknya tetap bersyukur karena Tuhan sudah pernah melaluinya dan akan memampukan kita menghadapinya. 

4. Ia mengutus muridNya untuk melanjutkan

Pengorbanan Kristus di dalam kematian sampai dengan kebangkitanNya merupakan puncak karya Allah menyelamatkan dosa manusia (Yohanes 3:16). Selanjutnya, tugas murid-murid yang sudah berbagi hidup kurang lebih 3 tahun bersamaNya adalah memberitakan kepada semua bangsa agar keselamatan disiarkan sampai ke ujung bumi. Kalau saat ini kita bisa percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, tentu kita tidak dilepaskan dari buah pekerjaan penginjilan sebagai murid-murid Yesus. Maka dari itu, kita pun perlu terus membawa berita ini dan menyampaikannya kepada generasi di bawah kita, anak-anak, siswa dan mahasiswa, dan dunia kerja.

Ah… sudah saatnya minum obat lagi, sekian dulu gaes. Tetap semangat dan kiranya Tuhan memberkati. 

*Yoseph Tria Nospindarta, S.Si., M.P.A adalah alumni Fakultas MIPA UGM angkatan 2000, sekarang bekerja sebagai PNS di Dinas Perhubungan Propinsi DIY

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ARTIKEL

Perspektif Lainnya

Perspektif: Menjaga Kerohanian Tetap Segar di Tengah Kebisingan Dunia

Perspektif: Menjaga Kerohanian Tetap Segar di Tengah Kebisingan Dunia

(Naomi Fortuna Kaber, ST., MCM.) Pengantar Dulu waktu mahasiswa, mungkin banyak alumni yang masih senang dengan kegiatan membaca Alkitab, berdoa, persekutuan dan pelayanan. Namun ketika memasuki dunia alumni, prioritas mereka bisa berubah. Tetapi selalu ada cara Tuhan...

Perspektif: Ketika Olok-olok Menjadi Luka di Tengah Kemiskinan

Perspektif: Ketika Olok-olok Menjadi Luka di Tengah Kemiskinan

(Sigit B. Darmawan)* Seorang anak kecil duduk di trotoar, memeluk perut kosongnya sambil menatap ibunya yang berjualan di pinggir jalan. Sang ibu menjual sebungkus nasi atau segelas teh manis. Pemandangan ini mungkin terlalu biasa bagi kita.  Tetapi di balik itu...